Coding dan AI Masuk Sekolah

Mengenalkan coding dan AI sejak dini membekali anak dengan keterampilan masa depan. Artikel ini mengulas pentingnya literasi teknologi untuk anak, tantangan yang dihadapi, serta dukungan kebijakan pemerintah dalam memperkuat pendidikan digital.

Coding dan AI Masuk Sekolah

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan rencana ambisius untuk mengajarkan Pemrograman Komputer (Coding) dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) sejak dari SD hingga SMA/SMK. Kebijakan ini mencerminkan komitmen kuat untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi era digital.

"Penguasaan teknologi, termasuk coding dan kecerdasan buatan (AI), sangat penting, bahkan menjadi keharusan. Namun, penggunaannya harus diarahkan untuk kegiatan positif yang bermanfaat bagi masyarakat luas," ujar Abdul Mu'ti dalam konferensi pers di Jakarta pada 2 Februari 2025.

Sebelumnya, beliau pernah menegaskan bahwa penguasaan teknologi harus dimulai sejak dini untuk menghadapi tantangan masa depan. Beliau menyatakan, “Kami ingin pembelajaran yang tidak hanya mindful, meaningful, dan joyful, tetapi juga benar-benar membawa perubahan dalam kualitas pendidikan nasional.”

Kebijakan ini juga sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045, seperti yang sering disampaikan oleh para pemimpin pendidikan.

Mengapa Coding dan AI Penting untuk Anak-Anak?

Di era digital saat ini, kemampuan memahami dan menggunakan teknologi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan. Anak-anak yang diperkenalkan sejak dini pada coding dan kecerdasan buatan (AI) memiliki peluang lebih besar untuk menjadi pemimpin inovasi di masa depan, bukan sekadar pengguna teknologi.

Coding mengajarkan cara berpikir yang terstruktur dan logis. Anak-anak belajar memecah masalah kompleks menjadi langkah-langkah kecil yang bisa diselesaikan satu per satu. Keterampilan ini dikenal sebagai computational thinking, dan telah terbukti bermanfaat dalam berbagai bidang, tidak hanya di dunia teknologi. Sebuah studi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar coding memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dan lebih cepat memahami pola dibanding teman sebayanya.

Sementara itu, pemahaman tentang AI membekali anak-anak dengan kesadaran akan dunia yang semakin digerakkan oleh data dan otomatisasi. Mereka tidak hanya belajar bagaimana mesin bekerja, tetapi juga bagaimana memberi makna pada data dan membuat keputusan yang berbasis informasi. Di Finlandia, salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, program literasi AI telah diperkenalkan secara nasional, bahkan untuk warga dewasa, karena dianggap sebagai kemampuan dasar abad ke-21.

Di Indonesia, gerakan serupa mulai terlihat. Program seperti Bangkit yang bekerja sama dengan Google, GoTo, dan Traveloka, serta program Digital Talent Scholarship dari Kominfo, menunjukkan bahwa ada kesadaran nasional akan pentingnya membangun talenta digital sejak dini. Bahkan, Kemendikbudristek telah memasukkan materi pengantar coding dalam Kurikulum Merdeka sebagai bagian dari mata pelajaran Informatika untuk jenjang SD hingga SMA.

Menurut World Economic Forum (WEF), pada tahun 2025, 50% dari semua pekerja akan membutuhkan reskilling, dan keterampilan seperti analisis data, pemrograman, dan penggunaan teknologi AI termasuk yang paling dibutuhkan. Ini berarti, menunda pengenalan coding dan AI sama saja dengan memperlambat kesiapan generasi muda untuk menghadapi masa depan.

Tak hanya itu, belajar coding dan AI juga bisa menjadi wahana bagi anak untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Mereka bisa menciptakan permainan, animasi, aplikasi, atau bahkan solusi untuk masalah nyata di sekitar mereka. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri, kepemilikan terhadap karya, dan semangat untuk berinovasi.

Dengan kata lain, mengajarkan coding dan AI kepada anak-anak bukan hanya soal teknologi, tetapi soal membentuk karakter generasi yang kritis, kreatif, dan siap bersaing di dunia global. Dunia terus berubah, dan pendidikan harus mengikuti perubahan itu—atau akan tertinggal olehnya.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, menyatakan bahwa saat ini integrasi kecerdasan buatan (AI) dan coding ke dalam kurikulum merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) di Indonesia.

“Bagi saya, hal mendasar adalah bagaimana kita membekali soft skill para siswa. Penting untuk melatih anak-anak kita agar terbiasa dengan satu proses secara tekun, agar mereka bisa mencari solusi dari persoalan secara efektif dan efisien,” ujar Fajar dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Pengembangan Pembelajaran Artificial Intelligence (AI) dan Coding untuk jenjang SMK, yang diselenggarakan di Jakarta dan dikutip dari Antara pada Selasa, 17 Desember 2024.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pengenalan AI dan coding tidak semata-mata soal keterampilan teknis (hard skill) dalam mengoperasikan teknologi, tetapi juga tentang membangun kemampuan berpikir kritis, ketekunan, dan kreativitas—yang merupakan bagian penting dari soft skill peserta didik.

Bagaimana Implementasinya di Sekolah?

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah merencanakan integrasi mata pelajaran coding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum sekolah mulai dari SD hingga SMA/SMK. Pelaksanaan ini akan dimulai pada tahun ajaran 2025/2026, dengan mata pelajaran bersifat pilihan, bukan wajib.

Langkah ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi perkembangan teknologi global. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, menyatakan bahwa pengintegrasian coding dan AI adalah langkah strategis untuk meningkatkan daya saing bangsa. Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menegaskan bahwa dokumen naskah akademik terkait mata pelajaran ini telah dirilis dan akan menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.

Pelaksanaan mata pelajaran ini akan mempertimbangkan kesiapan sekolah, termasuk infrastruktur, kompetensi guru, dan sumber belajar. Sekolah yang siap dapat menjadikan coding dan AI sebagai mata pelajaran wajib. Dengan pendekatan ini, diharapkan sistem pendidikan Indonesia semakin merata dan berdaya saing.

Naskah Akademik coding-AI yang beredar pada publik, diunggah pada laman Sistem Informasi Kurikulum Nasional Kemendikdasmen. Di dalamnya dijelaskan tentang landasan pembelajaran, konsep coding dan AI, cakupan materi, durasi pembelajaran, hingga kualifikasi dan kompetensi guru pengampu.

Berikut ini adalah cakupan materi koding dan AI di sekolah sesuai jenjang.

A. Koding

Jenjang SD/MI

  • Menghasilkan solusi untuk masalah sehari-hari secara terstruktur menggunakan alat bantu seperti balok susun atau kepingan gambar;
  • Menyusun langkah sistematis dan logis dengan kosakata terbatas atau simbol dari pengalaman (perintah sederhana/algoritma dasar);
  • Menjalankan urutan instruksi bersyarat sederhana (baris-berbaris atau menggunakan program berbasis blok dengan logika percabangan dan pengulangan);
  • Memahami distopia teknologi.

Jenjang SMP/MTs

  • Merancang program untuk sistem manajemen sederhana meliputi pengumpulan, pemahaman, dan pemrosesan data;
  • Menulis program pada aplikasi sederhana berbasis simbol;
  • Merancang produk digital sederhana.

Jenjang SMA/MA/SMK/MAK

  • Merancang program berbasis teks lebih kompleks dengan tambahan fungsi dan modul;
  • Membuat program berbasis teks untuk menyelesaikan masalah nyata, seperti simulasi pergerakan objek;
  • Membuat produk digital yang lebih kompleks.

B. Artificial Intelligence

Jenjang SD/MI

  • Memahami dampak kecerdasan artifisial dalam kehidupan sehari-hari;
  • Menggunakan AI dengan memegang etika (keadaban);
  • Membedakan antara teknologi AI dan non AI;
  • Memahami konsep dasar input-proses-output.

Jenjang SMP/MTs

  • Memahami dampak AI terhadap masyarakat;
  • Memahami persoalan pada AI;
  • Memahami hubungan antara data dan AI dengan penggunaan teachable machine, termasuk pentingnya data yang berkualitas.

Jenjang SMA/MA/SMK/MAK

  • Menggunakan teknologi AI dengan kombinasi perintah yang tepat (prompt engineering);
  • Memahami dampak AI terhadap pekerjaan;
  • Memahami persoalan pada AI sebagai bahan untuk evaluasi teknologi AI;
  • Membangun model AI sederhana;
  • Membangun aplikasi dengan menggunakan model AI yang sudah ada, tersedia dalam bentuk library/API.

C. Durasi Pembelajaran Materi Koding dan AI di Sekolah Sesuai Jenjang

  • Jenjang SD/MI: 2 jam pelajaran per minggu;
  • Jenjang SMP/MTs: 2 jam pelajaran per minggu;
  • Jenjang SMA/MA/SMK/MAK Kelas 10: 2 jam pelajaran per minggu;
  • Jenjang SMA/MA/SMK/MAK Kelas 11 dan 12: 4 jam pelajaran per minggu

Tantangan yang Mungkin Dihadapi

Meskipun kebijakan ini membawa angin segar bagi pendidikan Indonesia, pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai tantangan serius. Salah satu yang paling mendasar adalah kesenjangan infrastruktur digital. Berdasarkan laporan BPS tahun 2023, hanya sekitar 66% rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses internet, dan di daerah terpencil angkanya bahkan lebih rendah. Banyak sekolah di luar Pulau Jawa masih menghadapi keterbatasan akses internet cepat dan perangkat keras yang memadai.

Selain itu, kesiapan guru menjadi persoalan besar. Survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2022 menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% guru yang merasa percaya diri mengajar materi TIK dan pemrograman. Keterbatasan pelatihan dan minimnya sumber belajar membuat integrasi materi coding dan AI menjadi tantangan tersendiri, apalagi untuk guru dengan latar belakang non-teknis.

Kurikulum yang padat dan birokratis juga menjadi kendala. Sekolah sering kali merasa terikat oleh target capaian akademik yang sudah ditentukan, sehingga kesulitan menambahkan materi baru tanpa mengurangi substansi pelajaran lain. Di negara seperti Jepang, integrasi teknologi ke dalam pembelajaran dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan budaya belajar yang sudah mapan. Indonesia bisa belajar dari pendekatan semacam ini, namun perlu adaptasi kontekstual.

Tantangan lainnya adalah resistensi budaya dan psikologis, baik dari orang tua maupun pendidik. Banyak yang masih melihat AI dan coding sebagai hal “elit” atau “terlalu rumit” untuk anak sekolah. Tanpa sosialisasi yang tepat, perubahan ini bisa menimbulkan penolakan. Pengalaman India dalam menerapkan National Education Policy 2020 menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif antara pemerintah, industri teknologi, dan komunitas lokal menjadi kunci agar transformasi ini bisa diterima masyarakat luas.

Namun, tantangan-tantangan ini menyimpan peluang besar untuk kolaborasi. Pemerintah Indonesia dapat menggandeng sektor swasta, seperti perusahaan teknologi lokal dan internasional, untuk menyediakan platform belajar daring gratis, perangkat murah, hingga program pelatihan guru. Contohnya, Google dan Microsoft sudah memiliki inisiatif edukasi di beberapa sekolah Indonesia, dan program seperti "Bangkit" yang didukung Kemendikbudristek menjadi contoh sinergi nyata.

Dengan semangat kolaboratif dan arah kebijakan yang berkelanjutan, tantangan-tantangan ini dapat diubah menjadi peluang emas untuk mewujudkan transformasi pendidikan digital yang merata dan berkeadilan.

Manfaat Jangka Panjang

Pengenalan coding dan kecerdasan buatan (AI) sejak usia sekolah bukan sekadar mengenalkan anak pada teknologi, tetapi merupakan investasi jangka panjang yang akan membentuk generasi masa depan Indonesia yang melek digital, inovatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.

Dengan pemahaman dasar tentang coding dan AI, siswa akan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, dan kreatif, yang merupakan keterampilan abad ke-21 paling dibutuhkan. Mereka belajar memecahkan masalah secara sistematis, berpikir dalam algoritma, dan mengevaluasi solusi secara kritis—kemampuan yang dapat diterapkan tidak hanya di bidang teknologi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dan lintas bidang profesi.

Lebih jauh, penguasaan AI sejak dini dapat membuka peluang karier yang lebih luas. Berdasarkan laporan dari World Economic Forum (WEF), diperkirakan 85 juta pekerjaan lama akan tergantikan oleh otomatisasi pada tahun 2025, namun akan muncul 97 juta jenis pekerjaan baru yang menuntut keahlian di bidang teknologi, termasuk AI dan data science. Pendidikan sejak dini menjadi kunci agar anak-anak Indonesia tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pencipta solusi berbasis teknologi.

Selain manfaat ekonomi dan karier, integrasi AI dalam pendidikan juga memperkenalkan siswa pada nilai-nilai etika digital dan tanggung jawab sosial. Mereka tidak hanya diajarkan cara menggunakan teknologi, tetapi juga bagaimana menggunakan teknologi secara bijak, adil, dan manusiawi—sebuah modal penting dalam membangun peradaban digital yang beradab dan inklusif.

Jika dikelola dengan baik, langkah ini dapat mengurangi kesenjangan digital di masyarakat dan membuka jalan menuju pemerataan kesempatan dalam mengakses ilmu dan pekerjaan. Dengan kata lain, investasi hari ini dalam pendidikan AI dan coding bukan hanya untuk menjawab tantangan global, tetapi juga untuk mewujudkan kedaulatan digital bangsa Indonesia di masa mendatang.

(Mawan A. Nugroho).

Rujukan:
"Naskah Akademik Pembelajaran Coding dan Kecerdasan Artifisial pada Pendidikan Dasar dan Menengah", Sistem Informasi Kurikulum Nasional, Februari 2025. [PDF]