Bodoh!

Masyarakat kita mudah sekali mengumpat dengan kata-kata seperti "Bodoh", "Bego", dan "Tolol". Bahkan memanggil temannya dengan sebutan nama binatang.

Bodoh!

Judulnya "click bait" banget ya? Maaf. Bukan saya ingin berkata kasar, tapi sekedar pancingan agar anda mau membaca artikel ini.

Tadi ada seorang guru yang curhat. Beliau mendapat pesan WhatsApp dari seseorang yang nomornya belum disimpan. Berikut adalah transkrip obrolan mereka. Semua nama disamarkan.

Anonymous: "Ini ibu Mawar ya?"
Ibu Mawar: "Iya. Ada apakah?"
Anonymous: "Ibu kenal Melati?"
Ibu Mawar: "Melati yang mana? Di sini nama Melati banyak."
Anonymous: "MAWAR BODOH!"

Ibu Mawar tersulut emosinya. Orang itu ditelepon berkali-kali, tapi tidak mengangkat panggilan.

Kami menduga, si Anonymous adalah bocil (bocah kecil) walau pun tidak tertutup kemungkinan dilakukan juga oleh orang dewasa.

Yang patut dicermati adalah masyarakat kita mudah sekali mencemooh orang lain dengan kata "Bodoh", "Bego", "Tolol", dan sebangsanya.

Sebelum pelajaran dimulai, saya sering memberi nasihat ke murid-murid. Salah satunya adalah seperti ini.

"Selamat pagi anak-anakku yang cerdas dan baik hati. Bila si A menyebut si B bodoh, menurut kalian siapa yang bodoh?"

Murid-murid berpikir sebentar, kemudian menjawab, "Yang bodoh adalah B."

"Benarkah? Kalian kan anak-anak cerdas. Kalian diajarkan tentang sopan-santun, tentang tata krama, tentang akhlak. Pernahkah kalian berkata bodoh untuk orang lain?"

Mereka menggeleng.

"Nah. Kalian tidak berkata seperti itu karena kalian cerdas. Kalian paham bahwa kalimat itu tidak pantas diucapkan. Jadi, kalau ada orang yang mengatai kalian dengan kata bodoh, sebenarnya siapa yang bodoh?"

"Orang itu pak!"
"Apa alasannya?" tanyaku.
"Karena dia tidak diajari sopan-santun. Berarti dialah yang bodoh."

💡
Saya melanjutkan, "Bila kalian mengalami seperti itu, tinggalkan saja. Pergi menjauh ke tempat lain. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pasti dapat menilai dan sering kali orang lain simpati pada korban yang bersabar dan sekaligus anti pati pada orang yang emosian.

Derajat kalian tidak akan jatuh oleh makian orang lain. Derajat jatuh justru karena perbuatan sendiri. Salah satunya adalah karena berkata kasar."

Begitulah. Ketika para guru bekerja keras mengajari murid-muridnya tentang sopan-santun, tata krama, dan akhlak, tapi di sisi lain kita masih menemukan orang tua yang sering memaki anaknya dengan sebutan "Bodoh." Padahal idola setiap anak adalah orang tuanya. Anak cenderung meniru perbuatan orang tuanya. Dan bila kata-lata "Bodoh" terlalu sering didengar anak, maka anak akan menganggap kata itu bukanlah kata kasar, dan dia mulai mengucapkan kata itu ke orang lain.

Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah. Sayangnya, sekarang di grup-grup terbuka misalkan di grup Facebook, saya sering melihat orang bertanya baik-baik tapi dikomentari seperti ini: "Begitu saja bertanya. Baca buku manual!"

Tapi anehnya, di grup-grup berbahasa Inggris, lebih jarang terlihat komentar yang tidak bermutu dan bernada melecehkan. Kalau pun melucu, sering kali kalimatnya berkelas.

Mungkinkah karena masyarakat kita telah terbiasa dengan "cuek"? Padahal cuek berarti tidak mau ambil pusing walau pun perbuatannya salah dan membuat orang lain tidak nyaman. Ya, cueklah biang keladi semua ini. Ditambah lagi dengan kalimat seperti, "Jangan urusi orang lain. Urus diri kamu sendiri apakah kamu sudah benar?" atau "Biarkan agama dan tata krama diajarkan oleh orang tuanya. Guru tidak perlu mengajarkan. Guru cukup mengajarkan ilmu supaya murid-murid menjadi pintar."

Ah. Salah kaprah lagi.